Rhodoy R. Ediyansyah

Kamis, 09 Juli 2015

Ikhlas Dalam Penyesalan

Hampir tiga tahun sejak kepergian ibu ku tercinta pada tanggal 28 Agustus 2012, tapi setiap mengingatnya kesedihan tidak bisa ku sembunyikan. Terlalu banyak utang ku yg tidak akan pernah bisa terbayarkan kepada ibu. Sejak dalam kandungannya, merawat ku dimasa kecil, mendidik ku hingga remajan sampai beranjak dewasa. Saat aku mulai beranjak dewasa dan berpikir untuk hidup mandiri, ibu ku rela mengorbankan harta kesayangannya sebagai modal ku melangkah. Tapi itu semua aku sia-siakan. Aku gagal kala itu, bahkan bisa dikatakan itu masa terpahit dalam hidup ku hingga saat ini, tahun 2009 hingga 2010. Sampai-sapai ibu ku sakit memikirkan ku. Ibu ku memang tidak bisa stres, karena jika pusing sedikit maka penyakit akan menghampirinya.
Sejak saat itu penyakit yang di derita ibu ku tidak kunjung sembuh meskipun selama dua tahun lebih sudah berobat kemana-mana. Justru semakin hari semakin parah. Mana kuliah ku yg sudah sampai semester 10 belum juga selesai karena ulah ku sendiri.
Puncaknya dua minggu setelah lebaran tahun 2012 bapak ku kecelakaan kendaraan bermotor besama adik ku yg perempuan. Kesedihan ibu ku yg masih dalam keadaan sakit bertambah. Hal itu sangat membebani pikiran ibu ku, kesedihan sangat tampak diraut wajah ibu ku. Meskipun masih dalam keadaan sakit, ibu ku masih memberikan perhatian dan kasih sayang yang sangat besar kepada bapak. Tanpa tenaga ibu ku masih memijat kaki bapak ku, merawatnya penuh kasih sayang. Ibu ku sangat sayang kepada bapak ku, sampai-sampai sakitnya semakin parah akibat beban pikiran. Hahirnya selang berapa hari sejak bapak ku kecelakaan, ibu ku meninggal dunia (selalu menangis ketika mengingat ini). Ibu ku meninggalkan kami semua dengan sangat tenang.
Ibu ku memang sudah sepat pamitan dengan bapak sejak pagi sebelum saya berangkat mengurus perdamaian dengan lawan bapak ku tabrakan. Tapi itu tidak kami tanggapi serius, kami anggap itu hanya kata tanpa arti. Tapi pada sore saya dan paman masih diperjalanan mau pulang dari ngurusin perdamaian bapak, paman suda di telpon berkali-kali. Setiap paman angkat telpon selalu menghidari ku, terus terang aku mulai curiga dan berprasangka yang buruk sepanjang perjalanan.
Benar saja, sesampai dirumah tenda yang dirakit dari terpal sudah terpasang, keluarga, saudara dan tetangga sudah rame. Turun dari motor saya lansung disambut bibi, "ikhlaskan ibu mu yang sudah duluan meninggalkan kita" bisiknya sambil menangis. Aku lansung terdia, lemas dan menuju kebelakang untuk mengambil wudhu. Sampai didapur disambut bibi yang lain, aku lansung dipeluk sambil menangis. Saat itulah air mata ku mulai mengucur. Lalu aku lanjutkan wudhu dan lansung berkumpul dengan bapak dan adik-adik ku yang sudah mengaji dan mendo'akan ibu ku yang disemayamkan dikamar tidur ku.
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ingat boss sebelum berkomentar, baca ini dulu
1. Komentar yang relevan dengan tulisan
2. Dilarang live link, komentar yang terdapat link aktif report SPAM, link non aktif tidak akan dikunjungi balik.
3. Dilarang promosi dalam bentuk apapun
4. Dilarang berkomentar SARA, Po*n, J*di, dll
5. Apabila melanggar dihapus dan dilaporkan sebagai SPAM ke Google
6. Tidak perlu nulis link di komentar, yang sudah komentar akan saya kunjungi balik lewat profi google anda.
7. Komentar yang hanya seadanya seperti "Mantab Gan", "Nice Info", dll tidak akan dikunjungi balik.