Rhodoy R. Ediyansyah

Jumat, 29 April 2016

Negara Federal, United States of Indonesia Bisa Lebih Baik

Selamat datang pembaca yang saya harapkan, tulisan pada blog sederhana kali ini kita akan membahas masalah sistem pemerintahan Negara Indonesia. Tapi sebelum masuk pembahasan lebih jauh, saya katakan diawal bahwa saya bukanlah seorang pakar tata negara, sekali lagi saya tegaskan saya bukan pakar dibidang ini. Tulisan ini hanya sekedar bentuk kegelisahan saya terhadap ironisnya sebuah Negara yang kaya akan sumber daya alam tapi masyarakatnya sebagian besar hidup dibawah kemiskinan. Tolong pahami penegasan saya diawal ini agar tidak salah paham.
United States of Indonesia
United States of Indonesia
Sejak Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945, setidaknya sudah enam kali melakukan pergantian sistem pemerintahan, mulai dari sistem pemerintahan presidensial pada tahun 1945 – 1949, sistem pemerintahan parlementer yang semu pada tahun 1949 - 1950, sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal pada tahun 1950 - 1959, sistem pemerintahan presidensial secara demokrasi terpimpin pada tahun 1959 - 1966, sistem pemerintahan presidensial Pada tahun 1966-1998 (Orde Baru) dengan susunan Negara Kesatuan.

Memasuki masa Reformasi hingga saat ini Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis. Melalui kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengoreksi UU No.5 Tahun 1974 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan dan perkembangan keadaan. ini merupakan cikal bakan pemerintahan otonomi daerah yang ahirnya pada tangga 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk memperjelas aturan tentang Otonomi Daerah.

Terlepas dari kepentingan politik atau apapun itu yang jelas harapan terbesar dari pergantian sistem pemerintah tersebut menurut saya adalah “kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia” yang sampai saat ini belum juga terwujud. Jika kita analogikan dengan kehidupan manusia, Negara Indonesia saat ini sudah menjadi kakek-kakek yang telah menjalani enam profesi yang berbeda. Tapi hingga mendekati ahir hayatnya, kakek tersebut belum juga mencapai kesuksesan. Harapan yang tersisa terletak pada anak dan cucu lagi yang akan menjadi penerus perjuanggannya.

Sekarang kita sebagai generasi penerus bangsa pernahkan berpikir bahwa kemajuan bangsa ini berada ditangan kita semua. Kita tidak lagi bisa bergantung kepada para pendahulu yang sudah mencetuskan berbagai macam “profesi” Negara untuk kesejahteraan rakyat secara merata. Saat ini kita harus bisa menentukan profesi kita sendiri sesuai dengan kemampuan dan tentu tidak bisa lepas dari pengaruh perkembangan zaman. Karena tanpa mengikuti perubahan zaman, maka kita akan semakin tertinggal dan menjadi santapan empuk para penjajah modern. Apakah selamanya kita akan menjadi Negara yang kaya tapi rakyat sengsara? Saya rasa tidak satupun dari masyarakat Indonesia yang menginginkan itu. Oleh karena itu Indonesia harus mampu melakukan perubahan besar.

Negara Indonesia adalah Negara kepulauan, berdasarkan inventarisasi yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri pada Tahun 2002, jumlah pulau di Indonesia yang sebelumnya 17.508 buah menjadi 17.504 buah dengan luas wilayah 5.193.250 km² mencakup daratan dan lautan. Negara kepulauan yang begitu luas sangat rentan dengan kesenjangan sosial dan ekonomi. Sementara kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan sumber utama terjadinya konflik yang sulit untuk diatasi. Sangat banyak potensi masalah-masalah besar didaerah yang harus ditangani lansung oleh pemerintahan pusat dari sabang sampai marauke. Tentu hal ini sangat menghambat pertumbuhan ekonomi sebuah Negara yang tujuan untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Saya yakin sudah banyak pengamat-pengamat yang melihat masalah ini, mungkin karena adannya rasa nasionalisme yang tinggi maka sangat dilema untuk mengungkapkannya kepada publik. Tapi bagi saya ini bukan masalah nasionalisme, tapi menyangkut bangsa Indonesia masa depan dan kesejahteraan bagi seluruh takyat Indonesia. Amien Rais salah satunya yang sejak awal reformasi tahun 1999 sangat mendukung federalisme untuk Indonesia. Bahkan Moh. Hatta sendiri sejak awal pembentukan Negara Indonesia sudah menyatakan hal tersebut pada sidang BPUPKI.

“Oleh karena Indonesia terbagi atas beberapa pulau dan golongan bangsa, maka perlu tiap-tiap golongan kecil atau besar, mendapat otonomi, mendapat hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Satu-satunya dapat mengatur pemerintahan sendiri menurut keperluan dan keyakinan sendiri, asal saja peraturan masing-masing tidak berlawanan dengan dasar-dasar pemerintahan secara umum.” (Kusuma, 2004)

Mohammad Hatta menyatakan bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk, sehingga membutuhkan bentuk Negara Federal bagi Indonesia untuk mempersatukan segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia (Asshiddiqie, 2007).

Andai saja usulan Moh. Hatta tersebut disetujui dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, mungkin kondisi Negara kita tercinta yang kaya akan sumber daya alam tidak seperti yang kita rasakan pada saat membaca tulisan ini. Tapi saya rasa belum terlambat jika kita ingin merealisasikan gagasan salah satu Proklamator Indonesia tersebut.

Pada dasarnya saya juga sepakat dengan pandangan Yamin pada saat sidang BPUPKI yang mengatakan bahwa negara federal lebih banyak memerlukan pegawai dibandingkan negara kesatuan, Yamin juga menilai negara federal mengarah pada perpecahan, sedangkan negara kesatuan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.  (Yamin, 1959).

Pada awal kemerdekaan Negara Indonesia tentu belum stabil, sehingga terlalu banyak pegawai yang notabennya digaji oleh neraga juga menjadi kendala tersendiri untuk sebuah Negara federal. Tapi berbeda halnya dengan kondisi Indonesia saat ini yang sudah bisa dikatakan mampu untuk itu. Bahkan jika kita melihat kondisi sekarang, pegawai yang sudah ada di Indonesia bukan tidak bisa diberdayakan untuk membentuk Negara federal seperti halnya Amerika Serikat. Negara federal sangat memberi ruang kepada masyarakat dari golongan tertentu yang menjadi Negara bagian untuk berkembang sendiri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki masing-masing. Tidak ada lagi kecemburuan sosial dari masyarakat Papua yang merasa kekayaan alam mereka hanya dimanfaatkan untuk membangun Ibu Kota. Begitu juga dengan masyarakat Aceh yang menginginkan terbentuknya Negara Islam. Seperti yang saya katakana diawal, kesenjangan sosial yang terjadi saat ini justru menjadi masalah besar dan menjadi sumbu perpecahan. Pada saat sidang BPUPKI dulu mungkin Yamin tidak sempat memikirkan masalah ini.

Selain itu juga kekuatan sebuah Negara tergantung seberapa kekuatan ekonomi dibandingkan dengan Negara-negara lain. Ekonomi bersumber dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang termasuk didalamnya ada sumber daya tambahan yaitu sumber daya tenknologi. Kenapa saya katakan sumber daya teknologi ada dalam sumber daya manusia karena sumber daya teknologi hanya bisa berjalan jika ada SDM yang mumpuni untuk itu. Indonesia sendiri sudah diakui seluruh dunia akan kekayaan terhadap sumber daya alamnya, hanya saja pengelolaannya yang belum maksimal. Begitu juga dengan sumber daya manusia, Indonesia bukan tidak memiliki SDM yang mumpuni. Tapi Indonesia belum bisa memberdayakan SDM dengan baik, sehingga banyak sekali orang Indonesia yang pintar diambil Negara-negara lain untuk menjadi tenaga ahli dan mengembangkan teknologi mereka. Ini sangat ironis sekali.

Oleh karena itu dengan sistem federal, saya yakin nagara Indonesia bisa lebih berkembang dari dari pada saat ini karena pengelolaan sember daya alam tentu akan lebih maksimal. Begitu juga dengan sumber daya manusia akan lebih produktif mengingat kebutuhan akan SDM akan semakin bertambah setelah terbentuknya Negara-negara bagian. Dengan maksimalnya pemberdayaan SDM, maka sumber daya teknologipun akan semakin berkembang di Indonesia. Begitu juga dengan tenaga kerja akan lebih terserap, sehingga pemerataan akan segera terwujud dan kesenjangan sosial dan ekonomi bisa teratasi.

Bagai manapun juga bentuk Negara sudah dikunci dalam pasal 37 ayat (5) UUD 1945 hasil amandemen keempat. Bunyinya, “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.” Ini sangat disayangkan menurut saya, tapi konsep Federasi masih absah dan legal untuk diwacanakan kembali. Tidak ada kata final dalam undang-undang selama rakyat masih menginginkan perubahan, karena konstitusi hanyalah produk Resultante. Oleh karena itu sangat terbuka untuk siapapun yang ingin menanggapi tulisan ini, kita diskusikan sebuah solusi untuk bangsa Indonesia lebih baik kedepannya.

Demikian subuah ungkapan kegelisahan saya dalam bentuk tulisan sederhana ini, semoga pembaca semua bisa menanggapinya dengan dewasa. Perbedaan pendapat itu wajar, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapinya dengan bijak.

Salam Indonesia Raya!!!

3 komentar:

  1. Blognya nyaman templatenya ringan materinya joss (y)

    BalasHapus
  2. kalaok menurut saya ya sebaiknya tetap pada demokrasi, bukannya apa-apa kita sebagai penerus bangsa seharusnya bisa meneruskan apa yang sudah di perjuangkan dan sudah ada dasar negara yang sangat sempurna menurut saya tinggal manusianya saja yang terlalu mementingkan dirinya sendriri.

    BalasHapus

Ingat boss sebelum berkomentar, baca ini dulu
1. Komentar yang relevan dengan tulisan
2. Dilarang live link, komentar yang terdapat link aktif report SPAM, link non aktif tidak akan dikunjungi balik.
3. Dilarang promosi dalam bentuk apapun
4. Dilarang berkomentar SARA, Po*n, J*di, dll
5. Apabila melanggar dihapus dan dilaporkan sebagai SPAM ke Google
6. Tidak perlu nulis link di komentar, yang sudah komentar akan saya kunjungi balik lewat profi google anda.
7. Komentar yang hanya seadanya seperti "Mantab Gan", "Nice Info", dll tidak akan dikunjungi balik.